UU Kesehatan Disahkan, Anggota DPR RI Komisi VI, Luluk Nur Hamidah: Pasal 154 Ayat 3 Dicabut

Jakarta, medgo.co.id – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Kesehatan Omnibus Law menjadi Undang-Undang (UU), Selasa (11/7/2023).

Sebagaimana tercantum di dalam draft RUU tentang Kesehatan Omnibus Law pada pasal 154 ayat 3 yang berbunyi: Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.

Terkait dengan pengesahan UU tentang Kesehatan Omnibus Law tersebut, anggota Komisi VI DPR RI, politikus dari PKB, Luluk Nur Hamidah, dalam keterangan tertulisnya pesan kepada medgo.id, Selasa (11/7/2023) pukul 21.00 WIB, menyampaikan bahwa aturan mengenai tembakau dan hasil tembakau yang tercantum dalam pasal 154 ayat 3, telah dicabut dari draft RUU.

“Pengaturan pasal 154 ayat 3 sudah berubah, semuanya sepakat untuk mencabut dan meletakkan pengaturannya secara terpisah. Pengaturan tentang produk tembakau dan rokok elektronik akan dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Tembakau tentu saja tidak bisa dianggap sebagai rumpun yang sama dengan psikotropika dan atau minuman beralkohol”, tandas Luluk.

Disetarakannya tembakau dengan narkotika, lanjut Luluk, banyak mendapatkan protes dari berbagai kelompok masyarakat bahkan organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), juga menolak dengan keras .

“PKB juga sepakat untuk menolak karena hal itu secara tegas telah mengabaikan hak hidup jutaan petani tembakau dan Industri Hasil Tembakau (IHT) kita, apalagi ada agenda asing yang terlibat dalam penyusunan Undang-Undang tentang Kesehatan Omnibus Law”, tegas Luluk.

Lebih jauh Luluk mengungkapkan meskipun sebagian masyarakat industri tembakau dan sebagian masyarakat umum juga keberatan meletakkan tembakau sebagai zat adiktif dengan pengaturan yang sangat ketat sebagaimana diatur dalam pasal 149, dirinya mengharapkan bahwa pemerintah bisa membuat aturan yang berkeadilan dan bermaslahat untuk semua.

Disinggung tentang besarnya penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) seperti pada tahun 2022 lalu, sesuai dengan data dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mencapai sebesar Rp. 198,02 triliun, Luluk mengatakan bahwa sudah seharusnya pemerintah melindungi para petani tembakau.

“Kontribusi produk tembakau terhadap penerimaan negara sangat besar. Pemerintah jangan ambigu. Cukai tembakau dinaikkan terus tapi petani tembakaunya tidak dilindungi”, pungkas Luluk.

Undang-Undang tentang Kesehatan Omnibus Law
Pasal 149
(l) Produksi, peredaran, dan penggunaan zat adiktif diarahkan agar tidak mengganggu dan membahayakan Kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat, dan lingkungan.

(2) Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk semua produk tembakau yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/atau masyarakat.

(3) Produk tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
a. rokok,
b. cerutu,
c. rokok daun:
d. tembakau iris:
e. tembakau padat dan cair, dan
f. hasil pengolahan tembakau lainnya.

(4) Produksi, peredaran, dan penggunaan produk tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan profil risiko Kesehatan. (*17).